Anak
Sembilan jadi semua! Ada yang jadi pengusaha,guru, dosen, dokter, insiyur,
perawat dan lain-lain. sungguh hebat ya. Padahal bapaknya pegawai biasa, ibunya
ibu rumah tangga, wah kalau jaman sekarang ‘no way’ lah.
Itulah ungkapan yang sekarang ini
sering kita dengar, baik dalam bincang serius ataupun hanya sambil lalu. Dan
memang itulah kenyataan yang terjadi sekarang. Jaman dahulu seolah mudah
membesarkan anak hingga berhasil, tetapi jaman sekarang, dengan dua anak dan
kedua orang tua bekerja pagi sampai malam, terkadang masih pontang-panting
untuk menjadikan anak sehingga berhasil.
Apa yang sebenarnya berubah??
Perubahan pola hidup jelas, tuntutan
jaman bisa juga terjadi. Sekarang banyak yang bilang jaman serba uang. Semua
harus dengan uang. Punya anak tiga, motor juga harus tiga. Anak-anak sulit
untuk di ajak hidup sederhana. Dan semakin banyak anak tuntutan materi semakin
tinggi. Kalau pun pola keluarga berhasil menerapkan hidup sederhana, tetapi
belum tentu lingkungan mendukung. Dan di situlah pengaruh pola hidup terhadap
anak mulai terlihat.
Justru inilah momentum yang tepat
buat kita untuk kembali menggalakkan KB. Bukan kebun binatang tetapi keluarga
berencana. Berpegang pada jaman dahulu yang dianggap ‘mudah’ untuk menghidupi
anak saja, KB bisa berhasil. Apalagi sekarang, seharusnya KB menjadi prioritas
utama untuk dilakukan. Akan tetapi pada kenyataannya justru terbalik, kita
terancam ledakan penduduk di tahun 2020. KB menuju titik kegagalan.
Dalam pelayanan harian puskesmas,
sekarang kalau ada pertanyaan “ ibu punya anak berapa ?” oh anak saya baru dua.
Berbeda dengan jaman dahulu saat KB menjadi primadona, jawabannya pasti “ oh
anak saya sudah dua. Cukup ah bu, banyak anak belum tentu terawat dengan baik”.
Itulah perubahan yang terjadi di jaman sekarang belum lagi kalau kita masuk ke
daerah kategori keluarga pra KS yang rata-rata memiliki anak di atas empat.
Dan menyimak sambutan kepala kanwil
BKKBN propinsi Jawa Barat dalam rakerda Kota Tasikmalaya, bahwa gerakan KB yang
kita lakukan sejak dahulu mulai dilupakan. Ini terbukti jelas dari angka pertambahan
penduduk yang meningkat. Menurut beliau ada beberapa ciri khas yang kebanyakan
orang Indonesia mengalaminya, yaitu :
- Kawin muda
- Kawin cerai
- Kawin antara keluarga miskin dengan keluarga miskin
- Kepala keluarga tamatan SD
- Beban ketergantungan tinggi
Kawin muda, masih banyak orang
Indonesia yang menikah di bawah usia 20 tahun, memang secara undang-undang
pernikahan sudah diperbolehkan. Akan tetapi rata-rata di usia segitu selain
emosi belum stabil, biasanya secara ekonomi juga masih bergantung kepada orang
tua atau kalau pun sudah bekerja, masih serabutan. Sehingga pernikahan
dini ini banyak memicu terjadinya perceraian, Kemudian sebagai gambaran
juga, banyak terjadi pengelompokan atau tingkatan, di mana ekomoni juga
berperan dalam menentukan pernikahan.
Di kelompok menengah ke atas, banyak
keluarga kaya yang menikah dengan keluarga kaya juga dengan alasan untuk
meluaskan bisnisnya atau tidak mau hartanya jatuh ke tangan orang lain.
Sedangkan di golongan mnengah ke bawah, banyak terjadi pernikahan dengan strata
ekonomi yang sama, misalnya miskin dengan miskin, dan kebetulan juga pendidikan
kepala keluarganya juga rendah, tamatan SD misalnya, yang berakibat sulit
mendapatkan pekerjaaan yang layak. Dan pada akhirnya sulit untuk meningkatkan
kehidupan ke taraf yang lebih layak.
Keluarga miskin rata-rata juga
memiliki banyak anak, jarang yang mempunyai anak kurang dari tiga. Sehingga
jika diambil satu contoh keluarga miskin dengan bapaknya tukang ojek, istri ibu
rumah tangga dan memiliki anak empat, maka beban tanggungan yang harus di pikul
ada enam orang ( anak empat,satu istri dan dia sendiri ). Hal itulah yang
menyebabkan beban ketergantungan keluarga tinggi. Dan itu lebih mirip suatu
lingkaran yang tidak berujung, jika tidak dengan tekad yang kuat dan semua
aspek di rubah, maka sulit untuk mewujudkan keluarga yang mandiri dan sehat.
Karena jika kebutuhan hidup primer saja belum bisa teratasi, bagaimana bisa
terfikir untuk mengatasi hal-hal yang non primer.
Oleh karena itu marilah kita
gemborkan kembali KB, kali ini bukan Cuma sekedar slogan, tetapi dengan
kesadaran penuh konsekuansi jika terjadi kegagalan KB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar