Hak dan Kewajiban Suami dan Isteri
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Fiqih
Disusun
oleh :
Nama : EKA RIDWAN HAERUL UMAM
NPM : 09411705010049
Kelas/SMT :
III B ( Tiga B )
Fakultas Agama Islam
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2010
/ 2011
LEMBAR
PENGESAHAN
Hak dan Kewajiban Suami dan Isteri
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Fiqih
Disusun
oleh :
Nama : EKA RIDWAN HAERUL UMAM
NPM : 09411705010049
Kelas/SMT :
III B ( Tiga B )
Dosen Pembimbing,
H. Sopyan Sauri, Drs
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nikah
adalah ikatan lahir bathin antara seorang laki – laki dan perempuan yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan agama dan membuat keduanya halal melakukan
hubungan suami isteri dan sah membentuk keluarga yang bahagia. Tujuan nikah
yaitu membentuk keluarga yang sakinah, mawadah warrahmah yang di Ridhai Allah
swt. Sebagaimana Firman – Nya :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ
خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ
بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
|
Dan dalam hadits
Nabi saw. yaitu :
َعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ
بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم (
يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ ,
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
|
Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu
berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami:
"Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga
hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara
kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat
mengendalikanmu." Muttafaq Alaihi.
B. Rumusan Masalah
Untuk memberikan arahan dalam pembahasan
makalah ini yang bertemakan Hak dan Kewajiban Suami dan Isteri, maka
permasalahan yang akan dibahas dirumuskan sebagai berikut :
1.
Hak Suami
2.
Kewajiban Suami
3.
Hak Isteri
4.
Kewajiban Isteri
KATA
PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat
Allah Swt. Dialah tuhan yang menurunkan agama melalui wahyu yang disampaikan
kepada Rasul-Nya. Melalui agama ini terbentuk jalan yang lurus yang dapat
mengantarkan manusia kepada kehidupan bahagia di dunia dan akhirat.
Makalah ini saya susun semata-mata untuk melengkapi tugas yang telah diberikan kepada saya dan untuk memperluas lagi pengetahuan tentang Fiqih yang bertemakan Hak dan Kewajiban Suami dan Isteri. Materi yang didapat untuk
melengkapi makalah ini kami dapatkan dari berbagai sumber. Besar harapan kami
makalah ini bisa diterima dengan baik, walaupun saya sadari banyak kekurangan yang
terdapat dalam makalah ini, baik dalam penyusunan, kata-kata, dan sebagainya.
Akhir kata saya ucapkan terimakasih kritik saran dari pembaca sangat saya harapkan untuk menyempurnakan pembuatan makalah dimasa yang akan datang.
Karawang, Januari 2011
DAFTAR ISI
LEMBAR
JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A.
Latar Belakang....................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. ................................................................................................................. 3
B. ................................................................................................................. 4
C. ................................................................................................................. 5
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN ....................................................................................... 9
B. Saran....................................................................................................... 10
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................................... 11
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hak – hak Suami
1. Mentaati Suami
Tidak akan
stabil permasalahan suatu kelompok dari beberapa kelompok sebelum ada pemimpin
yang mengarahkan kepada tujuannya dan menyelesaikan masalah jika terjadi pertengkaran.
Keluarga
adalah kelompok kecil, ia sebagai fondasi bagi kelompok besar. Jika fondasi ini
baik maka seluruh masyarakat menjadi baik. Oleh karena itu, bagi keluarga atau
kelompok kecil ini harus ada pemimpinyang mengatur urusannya dan pendidik yang
bersama untuk mencapai keamanan dan ketenangan.
Allah
menciptakan wanita untuk mengandung, melahirkan, menyusui, mendidik dan
memperhatikan anak-anaknya. Lebih dari itu wanita memiliki kelebihan kasih
sayang. Oleh karena itu kasih sayang wanita lebih besar dan lebih kuat daripada
kasih sayang laki-laki.
Sebagaimana
pula ketetapan wanita dalam rumah untuk melaksanakan tugas-tugas rumah dan
sedikit bergaul dengan masyarakat. Allah jadikan kecakapan dan keterampilan
hidup wanita lebih minim dibandingkan dengan keterampilan laki-laki. Sedangkan
laki-laki Allah jadikan tubuh yang lebih kuat dan bentuk kerangka yang lebih
kekar karena ia akan melaksanakan tugas-tugas kelompok rumah tangga, memutuskan
segala kondisi perjalanan,dan banyak pengalaman dalam hidup. Akal kecerdasannya
lebih kuat daripada kasih sayangnya.
Laki-laki
dibebani tugas memberikan nafkah kepada isteri dan memenuhi segala sebab
kenyamanan keluarga. Oleh karena itu, semua hikmah Allah memberikan pemegang
kendali rumah tangga ditangan orang yang lebih banyak pengalaman dan lebih jauh
pandangan kedepan. Demikian juga suami ditugasi segala beban yang berat
melebihi pihak lain. Diantaran sifat keadilan Allah kepada laki-laki adalah
diberikannya tampuk kepemimpinan dalam rumah tangga, sebagai fiman-Nya:
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS.
An-Nisa’ (4): 34)
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي
عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ
حَكِيمٌ
Dan para
wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS. Al-Baqarah (2): 228)
Maksud
derajat dalam ayat tersebut adalah derajat kepemimpinan. Allah perintahkan
kepada isteri agar dapat taat kepada suami dan membantunya dalam menjalankan
roda kelompok rumah tangga dalam menggapai kebahagiaan dan kesejahteraan.
Ketaatan ini dihitung sebagai tanda-tanda kesalehan dan ketaqwaan. Wanita yang
tidak taat dianggap nusyuz dan perludibri pelajaran. Allah berfirman :
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ
اللَّهُ وَاللاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي
الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ
سَبِيلا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Sebab itu
maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri
ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An-Nisa’ (4): 34)
Di antara
hak suami atas istrinya adalah ditaati selama tidak mengarah pada perilaku
maksiat. Sebagaimana sabda Nabi Saw.: yang artinya :”Tidak ada kepatuhan kepada
makhluk yang maksiat kepada pencipta”. (HR. Al-Bukhari)
a. Taat kepada Suami
Rasulullah
SAW. Telah menganjurkan kaum wanita agar patuh kepada suami mereka, karena hal
tersebut akan membawa maslahat dan kebaikan. Rasulullah telah menjadikan ridha
suami sebagai penyebab masuk surga. Sebagaimana yang telah diriwayatkan dari
Umi Salamah r.a. bahwa Nabi Saw. Bersabda : “Di Mana wanita yang mati sedang
suaminya ridha dari padanya, maka ia masuk surga”. (HR. Ibnu Majah dah
At-Tirmidzi)
Beliau juga
bersabda : “jika wanita salat lima waktu, berpuasa pada bulannya, memelihara
farajnya, dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: “masuklah engkau
kesurga dari pintu surga mana saja yang engkau kehendaki”. (HR. Ath-Thabrani
dan Ahmad dari Abdurrahman bin Auf)
Dan
bersabda juaga: “sebaik wanita adalah wanita jika suami memandangnya
mengembirakannya, jika suami perintah ia patuh, jika suami bersumpah suami
berbuat baik dan jika suami tidak ada, ia memelihara dirinya dan harta
suaminya”. (HR. Ad-darimi dan Ibnu Majah)
b. Tidak Durhaka kepada Suami
Rasulullah SAW. Telah memberi peringatan kepada kaum wanita yang
menyalahi kepada suaminya dalam sabdanya: Dalam riwayat Muslim (no. 3525)
disebutkan dengan lafadz:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهَا فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهَا فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى
عَنْهَ
“Demi
Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil
istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak ajakan suaminya melainkan
yang di langit (penduduk langit) murka pada istri tersebut sampai suaminya
ridha kepadanya.”
Rasulullah
SAW juga menjelaskan bahwa mayoritas sesuatu yang memasukan wanita kedalam
neraka adalah kedurhakaannya kepada suami dan kekufurnnya (tidak syukur) kepada
kebaikan suami. Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda : “ Aku melihat dalam
Neraka, sesungguhnya mayoritas penghuninya adalah kaum wanita, mereka
mengkufuri temannya. Jikalau masa berbuat baik kepada salah satu di antara
mereka kemudian ia melihat sesuatu dari engkau, ia berkata: “Aku tidak melihat
darimu suatu kebaikan sama sekali”.
2. Memelihara Kehormatan dan Harta Suami
Di antara hak Suami
atas istri adalah tidak memesukan seseorang kedalam rumahnya melainkan dengan
izinnya, kesenanngannya mengikuti kesenangan suami, jika suami membenci seseorang
karena kebenaran atau karena perintah syara’ maka sang istri wajib tidak
menginjakan diri ke tempat tidurnya. Dalam hadits Rasulullah SAW. “Maka adapun
hak kalian atas istri-istri kalian, sungguh mereka jangan menginjakan tempat
tidur kalian orang yang membenci kalian dan tidak mengizinkan dirumah kalian
orang yang engkau benci”.
Dalam hadits lain pun
juga dijelaskan demikian: “dan jika suami tidak ada dirumah, wanita itu
memelihara pada dirinya dan harta benda suami”. Artinya, wanita itu tidak berani
membelanjakan sedikit dari hartanya walaupun dalam kebaikan kecuali dengan
izinnya.
3. Berhias untuk Suami
Di antara hak suami
atas istri adalah berdandan karenannya dengan berbagai perhiasan yang menarik.
Setiap perhiasannya yang terlihat semakin indah akan membuat suami senang dan
merasa cukup, tidak perlu melakukan yang haram. Sesuatu yang tidak diragukan
lagi bahwa kecantikan bentuk wanita akan menambah kecintaan suami, sedangkan
melihat sesuatu apapun yang menimbulkan kebencian akan mengurangi rasa cintanya.
Oleh karena itu, selalu dianjurkan agar suami tidak melihat istrinya dalam
bentuk yang membencikannya sekiranya suami meminta izin istrinya sebelum
berhubungan. Ibnu juraij berkata: aku bertanya kepada Atha’:”Apakah laki-laki
perlu meminta izin kepada istrinya?” ia menjawab : ‘Tidak perlu.”ini
dimaksudkan tidak ada kewajiban untuk meminta izin, yang utama memberitahukan
istri ketika hendak berhubungan dan tidak mengejutkannya, karena ada
kemungkinan dapat membentuk tingkah yang tidak disukai suami”.
4. Menjadi Partner Suami
Allah telah mewajibkan
suami bertempat tinggal bersama istri secara syar’i ditempat yang layak bagi
sesamanya dan sesuai dengan kondisi ekonomi suami, dan istri wajib menyertainya
ditempat tinggal tersebut. Istri tidak boleh keluar rumah kecuali dengan izin
suami. Kecuali istri diperbolehkan keluar untuk berziarah menjenguk orang
tuannya yang sedang sakit atau kelurga lain ketika ia merasa aman dan tidak
menimbulkan fitnah, karena hal tersebut
silaturahim dan menjaga silaturahim karena silaturahim itu wajib, suami tidak
boleh mencegah kewajiban tersebut, akan tetapi alangkah baiknya semua itu
dengan ridha suami.
Suami boleh pindah
tempat tinggal bersama istrinya kemanapun yang dikehendaki selama tidak
bermaksud menyakiti istri. Tetapi jika pindah ketempat lain hanya untuk
menyakiti istrinya, firnan Allah SWT.
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلا
تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ
Tempatkanlah
mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan
janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. (QS.
Ath-Thalaq (65): 6)
5. Isteri
tidak boleh Puasa Sunnah Tanpa Seizin Suaminya
Bila seorang istri hendak mengerjakan puasa Ramadhan, ia tidak perlu meminta izin kepada suaminya karena puasa Ramadhan hukumnya wajib, haram ditinggalkan tanpa udzur syar’i. Bila sampai suaminya melarang, ia tidak boleh menaatinya. Karena tidak boleh menaati makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq. Namun bila si istri hendak puasa sunnah/tathawwu’, ia harus meminta izin kepada suaminya. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Bila seorang istri hendak mengerjakan puasa Ramadhan, ia tidak perlu meminta izin kepada suaminya karena puasa Ramadhan hukumnya wajib, haram ditinggalkan tanpa udzur syar’i. Bila sampai suaminya melarang, ia tidak boleh menaatinya. Karena tidak boleh menaati makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq. Namun bila si istri hendak puasa sunnah/tathawwu’, ia harus meminta izin kepada suaminya. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُوْمَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak boleh seorang istri puasa (sunnah) sementara suaminya ada di tempat kecuali dengan izin suaminya.” (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata: “Larangan ini menunjukkan keharaman. Demikian yang diterangkan dengan jelas oleh kalangan ulama dari madzhab kami.”
(Al-Minhaj,
7/116) Hal ini merupakan pendapat jumhur ulama sebagaimana disebutkan dalam
Fathul Bari (9/367). Adapun sebab/ alasan
pelarangan tersebut, wallahu a’lam, karena suami memiliki hak istimta’ dengan
si istri sepanjang hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar